See And Read My Post On This Blog. Feel Free To Read Around. I Dont Welcome SPAMMER And COPYCAT. So If You Are One Of them. Out Now!!Thank You So Much (˘⌣˘)ε˘`)♥
0

Chef juna!

hello!
saya ngeposting again! wkaka
kalian pada tau chef juna kan? tau kan? yakan? udah iya aja :D ehe ituloh chef terganteng terkeren yang pernah gue temuin :D
and kali ini gue mau ngeposting tentang dia :D
i'm big fans Chef juna!!! you know-_- gue punya puluhan foto dia di hape ataupun pc gue hehe:)
Inilah pose-pose gantengnya yang gue punya walaupun gak semuanya gue masukin :)
Buat cewe cewe silahkan menikmati..
Buat cowo-cowo dilarang ngiri
Buat Homo silahkan dicopas dan diprint buat dipajang wkaka canda deng-_-



 and ini chef juna di MasterChef


dan ini foto yang gue temuin di internet.. ini foto konyol nya chef juna wkakaka 
lucu ya? yakan? ya lah! ya dong :)
 hmm kalo ini foto yang bikin gue nyesek se nyesek nyeseknya nyesek :(
ini foto chef juna sama aline :(
aaaaa sedikit gak terima pas tau mereka udah pacaran 1 tahun :(
kenapa chef juna harus pacaran sama aline sih? :( kenapa gak sama velin? :) hehe

                                                    dan kalo ini restorannya chef juna..
yaitu Jack Rabbit
pengen banget kesana.. cuman  :( :( :(

JUNA RORIMPANDEY & JACKRABBIT
  • Executive Chef Jackrabbit Cuisine & Libations
  • Belajar di bawah koki kenamaan, Michael Symon dan Chef Thomas Keller
  • Pernah menjadi chef di salah satu restoran terbaik di dunia, The French Laundry.
  • Memiliki pengalaman slm 14 thn sbg chef dan dijuluki sbg 'The Bad Boy Chef'oleh bbrp media internasional
mungkin ini cerita selengkapnya tentang Juna :)
Jackrabbit adalah sebuah restoran yang baru mulai beroperasi di akhir tahun 2010 lalu. Restoran ini digawangi oleh orang-orang yang sudah berpengalaman dalam menjalankan bisnis food and beverage, seperti Andrew Santoso (Embassy, Score, Loewy, Portico, Domain), Carsonn Quinn (mixologist berpengalaman di Ritz Carlton dan Inggris) , dan Juna Rorimpandey (belajar di bawah koki kenamaan, Michael Symon dan Chef Thomas Keller). Di bawah kepemimpinan Juna, Jackrabbit mencoba menjadi sebuah restoran yang menjadi standar restoran yang baik.
Empat belas tahun lalu Juna berangkat ke Amerika untuk menuntut ilmu. Di sana, ia terpaksa bekerja sebagai koki, lama kelamaan, dengan banyaknya orang yang memuji keterampilannya, Juna makin menekuni dan mencintai apa yang ia lakukan. Ceritanya memang terkesan singkat, namun, apa yang ia jalani untuk mencapai titik puncak ini bukan hal yang mudah. Menurut penuturan Juna kepada Kompas Female, butuh lebih dari sekadar passion untuk bisa sukses
"Saya mencoba membuat Jackrabbit sebagai sebuah restoran yang segalanya dilakukan secara profesional. Mulai dari penanganan makanan, minuman, juga servisnya. Ketiga hal ini saya rasa kurang dari culinary scene di Jakarta. Karena itu saya masih ingin membangun lebih baik lagi. Kami memang belum sempurna, tetapi kami sudah memiliki gol-gol. Dan itu harus dilakukan dengan kerja keras," cerita Juna mengenai restoran yang terletak di Cyber 2 Tower Ground Floor, Jl. HR Rasuna Said X-5 no. 13.
Selama 14 tahun menjajal ranah Amerika untuk menekuni profesinya, Juna bercerita mengenai kesulitan menjadi seorang koki. "Saya memulai profesi menjadi koki bisa dibilang kecelakaan. Saya saat itu harus bekerja supaya bisa terus hidup, bayar sewa, dan lainnya di sana. Lama kelamaan, orang-orang bilang i'm good at what i'm doing. Saya terus tekuni. Perlu diketahui, menurut saya, profesi sebagai chef sangat butuh dedikasi. Bukan anggap remeh pekerjaan lain, tetapi sebagai chef, memang dibutuhkan kerja keras. Yang orang lihat di program televisi, seperti Masterchef atau Hell's Kitchen, itu cuma show. Tetapi, di balik layar, sebagai chef itu tidak mudah dan benar-benar butuh dedikasi. Saya sendiri dari jam 8 pagi sampai jam 2 pagi ada di sini. Tak ada pula hari libur. Bahkan di hari-hari libur, kita harus kerja, karena di saat-saat itulah orang-orang ke restoran, termasuk saat akhir minggu. Itu butuh dedikasi. Itu juga butuh strong will. Tak heran banyak pula orang-orang di dapur yang hubungan pernikahan atau percintaannya bubar. Karena kita tak pernah ada untuk mereka, kita selalu bekerja. Mungkin kalau sudah top sekali, baru bisa santai. Tetapi untuk mencapai posisi atas itu, butuh kerja keras. Selama 13 tahun menjadi chef di Amerika, saya cuma pernah datang ke 1 kali acara undangan ulang tahun teman. Begitu pun upacara pernikahan teman banyak kali juga tidak bisa hadir, karena mereka adainnya di akhir minggu."
Juna bercerita, siapa pun yang berencana menjadi seorang koki, harus punya beberapa karakteristik, antara lain; kemauan, disiplin, dan pandai memotivasi diri. "Dalam 4 bulan, saya bisa ajarkan tentang dapur, tentang apa yang diajarkan di sekolah hospitality, tetapi untuk bisa masak dan menjadi chef, lain lagi yang dibutuhkan. Tidak harus selalu sekolah kuliner untuk bisa menjadi chef andal. Saya sebenarnya belajar untuk menjadi pilot, dulu, sebelum ke Amerika, saya kuliah jurusan Perminyakan di Trisakti, lalu saya belajar untuk menjadi pilot. Saya tidak mengatakan belajar di sekolah kuliner tidak berguna, tentu ada gunanya. Yang terpenting adalah individu itu mau belajar, serta bisa mengapresiasi pekerjaan ini, bukan hanya melihat profesi ini hanya sebagai pekerjaan saja," jelas koki yang tangannya ditutupi tato ini.
Untuk terus bertahan dan menempati titik tertinggi karier sebagai koki bukan hal yang mudah, apalagi di negeri orang. Juna menuturkan tips yang ia lakukan, "Sejak awal bekerja, saya terus menantang diri untuk melamar ke restoran yang lebih tinggi lagi. Setiap liburan, saya memilih untuk menimba ilmu. Saya mendaftarkan diri untuk bekerja selama rentang waktu tertentu untuk bekerja di bawah atau dilatih oleh koki-koki yang terkenal di Amerika. Seperti magang. Di sana bisa begitu, tetapi sebelum menerima orang, tentu mereka juga melihat resume dan kapabilitas mereka. Saya melihat hal itu salah satu sebagai kualitas bagus di diri saya, yakni tak pernah puas, ingin terus belajar, menutup kekurangan. Prinsip saya, i'm still gonna be a student till the end of the day. Jadi, kembali lagi dedikasi, motivasi, dan disiplin."
Bagaimana dengan passion? "Kalau saya boleh bicara, memasak bukan passion saya. Itu adalah pilihan dead end saya di awal karier. Di awal-awal, memasak adalah sebuah pekerjaan untuk mendapatkan pemasukan. Tentunya sekarang memasak sudah menjadi passion. Saya percaya, jika kita memasukkan 100 persen pikiran kepada pekerjaan, kita bisa sukses. Saya keras, bahkan kepada diri saya sendiri pun saya keras sekali. Kebetulan, i'm good at what i'm doing, bukan saya yang bicara, tetapi itu apa kata orang, ya. Makanya itu pula saya terus naik, naik, dan naik. Ibaratnya, sudah kecemplung sedengkul, sekalian menyelam. Kalau ditanya apa passion saya, ya saya lebih suka mengurus Harley Davidson," tutur Juna yang juga mendalami molecular gastronomy ini.
Harus siap menghadapi pengorbanan, karena ada harga yang harus dibayar untuk menjalani profesi ini, begitu kata Juna. Apakah Juna pernah mengalami penyesalan, ia berkata, "Penyesalan, tak pernah, jalani saja, dan tidak melihat ke belakang. Tetapi saya pernah dan teman-teman chef juga akan ada cemburu. Saya pernah cemburu kepada teman-teman sebaya yang bekerja di kantoran. Mereka sudah berkeluarga, kerja Senin-Jumat, Sabtu-Minggu bisa istirahat dan bersenang-senang, sementara saya harus bekerja. Kadang itu pengorbanannya. Itulah harga yang harus dibayar dengan bekerja sebagai chef. Jangan kira menjadi Executive Chef kerjanya hanya melihat dan menyuruh-nyuruh saja. Untuk sebagian institusi mungkin iya, tetapi saya tidak. Itu bedanya chef hotel dengan chef independent restaurant di Amerika yang saya lihat. Kalau di Indonesia, saya tidak mau berkomentar. Saya masak sendiri di dapur Jackrabbit. Tangan saya tetap terbakar saat memasak. Saya hands on. Benar-benar perfeksionis. Ini restoran baru, tim baru, semua masih berantakan. Karena itu, saya ikut turun tangan, mulai dari potong daging, menghilangkan sisik ikan, semuanya saya kerjakan juga sambil saya mulai sedikit demi sedikit latih orang."
"Yang saya dapat adalah satisfaction, dengan kata lain, menjadi chef itu seperti seniman. Kami tidak mendapat spotlight seperti pemain sinetron atau model, tetapi kami juga seniman. Buat saya, dapur itu seperti laboratorium, kita bereksperimen di sana. Beberapa berhasil dan kita taruh di menu, sebagian lainnya gagal, kita buang dan coba lagi. Trial and error. Saat menumpuk dan mencampur bahan makanan, ada kepuasan tersendiri untuk mencipta. Selain itu, saat kita melihat restoran berjalan dengan lancar, ada kepuasan batin tersendiri. Kita melayani dan membuat orang lain bahagia, lalu mereka memuji dan puas, tidak ada complain, itu juga kepuasan tersendiri," jelas Juna lagi.
"Saya suka dentang wajan dan panci di atas kompor, seperti musik di telinga saya. Seperti orkestra, saya berkomunikasi dengan para koki lain untuk membuat pesanan tepat waktu. Adrenalinnya, kesibukannya, tempo cepat, dan tekanan, ketika itu semua selesai, tahu bahwa saya baru saja melewati satu malam yang sibuk untuk melayani orang, menciptakan sebuah kebahagiaan di dalam yang hanya saya yang bisa rasakan. Dan hal itu memberi senyum di wajah saat saya tertidur pulas di malam hari," tulis Juna dalam siaran kepada pers.
"Di dapur, saya seperti sersan. Saya keras, karena orang yang tidak kuat mental dan tidak mau di industri ini, sebaiknya pilih profesi lain. Karena kalau mau jadi good cook, lalu mau jadi good chef, harus mau belajar. Saya bukan mengatakan teknik dan cara saya adalah yang terbaik di seluruh Jakarta, tetapi, buat saya, tim yang bekerja dengan saya harus mengikuti cara saya, supaya segalanya seragam dan sama, demi kepuasan pelanggan dan menjaga citra kami juga, yang tujuannya ingin menjadi standar restoran di Jakarta. Tim saya adalah tim kami, saya bukan siapa-siapa tanpa mereka. Saya ajarkan teamwork, setiap pagi saat masuk kerja, saja ajarkan untuk mereka menyapa semua orang, jabat tangan dengan semuanya, tidak ada yang boleh merasa lebih jago. Tanpa pencuci piring, saya bukan siapa-siapa. Masing-masing individu di dalam dapur saya memiliki tanggung jawab sendiri-sendiri. Tak mungkin saya kerjakan semua sendiri di dapur. The team is only as strongest as the weakest team member. Jadi, semua harus tahu itu," tutup Juna.
Chef Juna Tak Ingin Disebut Artis                                                                                                                                                Presenter sekaligus juri dalam tayangan Master Chef, Chef Juna tak ingin dirinya disebut sebagai artis. Koki yang dikenal karena galak terhadap para kontestan, menilai kalau dirinya disebut artis karena banyak yang menonton program Masterchef." Jujur aja bukan selebritis, kebetulan kita di masterchef munculnya. Terima kasih berarti mereka menonton masterchef,"ujar. Chef Juna, di Carefour Cawang, Kamis (23/6/2011).Menurut Chef Juna, para kontestan yang tersisa di acara Masterchef, adalah yang memiliki bakat dan kemampuan di bidang memasak. Chef Juna pun tak ingin menjagokan salah satu kontestan, karena menurut dia semuanya sama." Mereka semua yang tersisa skill nya lebih bagus, lebih sigap.Tergantung pada tantangannya.Nggak ada, semua sama,"ungkap Chef Juna.



Profil
Junior Rorimpandey namanya. Chef asal Manado yang tahun ini (2011) berumur 35 tahun, kurang begitu hot dibahas di Indonesia, karena Chef ini lebih terkenal di luar negeri. Hm..aku yakin setelah adanya Master Chef Indonesia, Chef Juna akan semakin dikenal banyak orang.
Banyak yang mengira Chef Juna ini bukan siapa-siapa. Setelah googling tentang Chef Juna, yang kulihat dari forum-forum, banyak yang kurang suka dengan Chef ini. Rata-rata berkomentar, “Sangar amat komentarnya..kejam”, “jahat banget tuh orang”, “dia bikin acara makin tegang aja”, “ah kayak dia bisa masak aja”, “masa komentarnya nggak bermutu gitu sih”, “komentar yang membangun dikit kek..masa kasar gitu ngomongnya”.
Waktu aku liat Chef Juna memberi contoh memotong bawang bombay di Master Chef Indonesia, aku tau kalau ia punya kemampuan masak yang cukup tinggi. Dari cara memegang pisau dan kecepatan mengiris bombay. Terutama waktu ia membuang paprika dan garnish pada hidangan yang dimasak salah satu peserta (lupa namanya). Kenapa? Jelas aja karena paprika nggak akan dihidangkan mentah-mentah di piring. Di luar negeri, walaupun hanya dijadikan hiasan, yang tersaji di sebuah piring itu harus bisa dimakan. Beda dengan Indonesia, yang rata-rata hiasannya menggunakan sayuran mentah dan itu hanya hiasan, bukan untuk dimakan.

Karir


Profesi Chef Juna terjadi secara nggak sengaja. Pada tahun 1997, ia pergi ke Amerika Serikat (Brownsville, Texas) untuk sekolah penerbangan. Chef Juna telah mendapat lisensi pilot, tapi ditengah mengambil lisensi komersial, sekolah penerbangannya bangkrut. Akhirnya ia pergi ke Houston untuk lanjutkan pelatihan. Awal 1998 disaat Indonesia sedang dilanda krimon (krisis ekonomi), ibunya nggak bisa membantu keuangannya di luar negeri, dan akhirnya ia harus mencari kerja walau secara ilegal (belum mendapatkan ijin kerja).

Berbagai pekerjaan yang dicoba Chef Juna, akhirnya ia kerja di restoran tradisional Jepang sebagai waiter (pelayan). Setelah 2 minggu, master sushi menawarkannya untuk jadi muridnya, Chef Juna terima tawaran itu. Ia akhirnya mulai dari dasar dan dilatih sangat keras. Pemilik restoran itu kagum dengan kinerjanya dan mensponsori Chef Juna untuk mendapatkan Permanent Resident (ijin tinggal).


Pada tahun 2002, Chef Juna mengambil alih sebagai head chef (kepala koki) di restoran karena sushi master yang melatih Chef Juna ini pindah ke restoran lain. Di tahun 2003, ia pindah kerja ke restoran sushi nomor satu di Houston yang bernama Uptown Sushi. Setelah beberapa bulan, ia menjadi Executive Chef disana. Masuk ke tahun 2004, Chef Juna mulai jenuh dengan masakan Jepang, dan akhirnya ia pindah ke restoran Perancis, The French Laundry yang dikenal sebagai restoran yang menerapkan standar tinggi. Ia mulai dari awal lagi. Lalu, ia juga mencari pekerjaan di tempat lain agar dapat belajar lebih banyak.

Di French Laundry, ada hukuman bagi yang melakukan kesalahan walau kesalahan sederhana. Mereka dilatih dengan baik dan disiplin yang diterapkan seperti militer. Disana Chef Juna belajar banyak teknik, mengontrol protein pada makanan, dan menciptakan makanan yang dihias cantik dan sangat enak. Nggak heran waktu Chef Juna menilai peserta Master Chef Indonesia sangat galak. Galaknya pasti keluar kalau liat makanan yang dihias berantakan dan rasanya hambar. Wajar, koki ganteng tapi sangar ini berpengalaman.
“Saya pernah kuliah teknik perminyakan selama 3,5 tahun di Indonesia, tapi nggak selesai karena saya terlalu nakal. Akhirnya saya memutuskan untuk membenahi hidup, berubah, dan pindah ke Amerika. Saya sampai menjual motor kesayangan untuk biaya sekolah di sana”
Mengagumkan! Nggak nyangka kan kalau Chef Juna ini koki yang hebat? Padahal dulunya Chef Juna ini naik motor Harley loh.
Diculik, disiksa, overdosis dan hampir ditembak di kepala udah pernah dirasakan Chef Juna. Merokok dan terjerumus dalam narkoba juga pernah. Tapi ia berubah karena ia punya pemikiran berbeda.
Di kedua lengan Chef Juna ini bertato. Tato itu dibuat waktu Chef Juna umur 15 di Bali, dengan menggunakan mesin buatan sendiri yang menggunakan jarum jahit.

Kutipan yang paling gue suka dari master Chef Juna tentang penjurian Master Chef indonesia ini adalah;
“…..Saya banting tulang, bekerja keras selama belasan tahun. Saya tidak mau seseorang dengan muka cantik atau berwajah tampan tapi tidak punya background apa-apa di industri judge, menilai industri saya, saya anti sekali. Saya sempat bilang kepada RCTI dan Fremantle, kalau mereka memanggil selebriti sebagai salah satu jurinya, saya keluar, saya tidak mau ini dicampuradukkan,”


Master Chef Juna. You are damn hot. He's a total hottie!

0 comments:

Posting Komentar

Velina hermitawati. Diberdayakan oleh Blogger.
Back to Top